Jumat, 21 Agustus 2009 di 17.47 | 0 komentar  
Mendirikan suatu perpustakaan seperti yang kita cita-citakan tidaklah seperti orang membalikkan telapak tangan. Perlu perencanaan yang matang sehingga perpustakaan nantinya bisa dimanfaatkan secara penuh oleh masyarakat yang berada disekitarnya. Karena keberadaan, kedudukan dan posisi, serta eksistensinya merupakan tanggung jawab yang mesti di emban dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Menurut Sutarno (2005), ada beberapa hal yang merupakan kajian dan harus di analisis yang berkaitan dengan tanggung jawab perpustakaan. Yaitu, Mengapa perpustakaan di dirikan? bagaimana mendirikan perpustakaan? siapa yang bertanggung jawab atas pengelolaannya? Siapa yang membutuhkan dan menggunakan perpustakaan? Mengapa perpustakaan sulit dan belum bisa berkembang dengan baik? Perpustakaan penting, kata siapa dan untuk siapa? dan sudahkah perpustakaan memiliki kompetensi yang benar-benar bisa menunaikan tanggung jawab sebagaimana mestinya. Dinegara-negara yang sudah maju, perpustakaan merupakan cermin kemajuan masyarakatnya karena itu menunjukkan perpustakaan adalah bagian dari kebutuhan hidup sehari-hari. Hal itu diikuti dengan kemudahan memperoleh akses dan kelengkapan sarana dan ketersediaan sumber informasi yang sangat memadai.
Eksistensi dan perhatian masyarakat terhadap perpustakaan dinegara-negara berkembang masih sangat terbatas. Kalaupun perhatian itu ada, hanya sebatas keinginan (wants) dan bukan merupakan kebutuhan ( needs).. Apalagi dengan krisis ekonomi global saat ini, dimana orang lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan sosial, dan ekonomi mereka. Dari sisi lain, penyediaan fasilitas dan bahan pustaka bagi masyarakat terasa masih kurang, ini dikarenakan dukungan pemerintah terhadap gemar membaca bagi masyarakat sangat jauh asap dari panggang.
Ideal adalah dimana yang satu merasa cocok dengan yang lainnya atau sesuatu yang sempurna tergantung dari sisi mana orang melihatnya. Mencita-citakan suatu perpustakaan yang ideal bagi masyarakat merupakan cita-cita yang mulia karena bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Seperti yang tertuang dalam Undang-Undang perpustakaan No.43 tahun 2007, bahwa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, perlu di tumbuhkan budaya gemar membaca melalui pengembangan dan pendayagunaan perpustakaan sebagai sumber informasi yang berupa karya tulis, karya cetak dan/ atau karya rekam;
Perpustakaan
Persepsi orang pada umumnya tentang perpustakaan mungkin yang tergambar adalah sebuah ruangan atau gedung yang penuh rak-rak dan buku-buku, disana-sini terlihat tulisan "harap tenang". Kemudian terlihat seorang atau beberapa petugas yang sedang mengawasi pengunjung di perpustakaan tersebut. Tempatnya digambarkan sebuah gedung yang jauh dari keramaian, cocok untuk menenangkan diri. Persepsi ini tidak salah karena keberadaan perpustakaan seperti ini, masih banyak utamanya perpustakaan yang ada di sekolah.
Kemajuan teknologi informasi yang semakin pesat, turut mempengaruhi khasanah kehidupan, tidak terkecuali dalam bidang perpustakaan. Tentunya ini menjadi pemikiran bagi pemerintah, pemilik institusi, pustakawan untuk lebih meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. Menurut Sutarno NS (2005) Perpustakaan merupakan salah satu lembaga ilmiah, yakni lembaga yang bidang dan tugas pokoknya berkaitan dengan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian dan pengembangan, dengan ruang lingkupnya mengelola informasi yang mencakup berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi.
. Perpustakaan pun menjadi ideal manakala bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada di sekitarnya. Tidak terkecuali bagi suatu instansi, yang dihadapkan rutinitas yang setiap hari menuntut keseriusan untuk menyelesaikannya, sehingga pada saat- saat libur digunakan untuk berekreasi di tempat yang jauh dan memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Suasana yang nyaman, tidak kaku menjadi salah satu dambaan dari pengunjung perpustakaan. perpustakaan Instansi yang ideal nantinya tidak hanya sebagai tempat untuk membaca, tapi merupakan tempat untuk diskusi bagi para pimpinan, kepala seksi, staf dan stakeholder yang terkait. Pemustaka pun bisa browsing internet. Kenyamanan dalam menggunakan fasilitas yang ada sangat diutamakan. Seyogyanya perpustakaan juga memiliki fasilitas tambahan yang dapat mendukung suasana membaca sehingga pemustaka merasa lebih betah. Fasilitas itu dapat berupa kafetaria yang menyediakan makanan dan minuman ringan, toilet yang bersih, ruang sholat, dan musik klasik yang selalu mengiringi pembaca perpustakaan.Di ruangan lain terdapat tempat bagi anak-anak untuk membaca sambil bermain. Mungkin ini yang disebut perpustaan modern, karena menurut Syihabuddin Qalyubi, ciri-ciri perpustakaan modern adalah:
a. Ide pembinaan koleksi adalah untuk dilayankan
b. Gagasan sistemik, yaitu seleksi buku dengan tujuan tertentu
c. Adopsi terhadap berbagai serangkaian inovasi teknis, seperti penempatan relatif (shelving buku lebih bersifat dari pada shelving yang spesifik/ penempatan tetap), perbaikan kode, pengatalogan, pendekatan lebih sistematis terhadap penjajaran dan berdasar klasifikasi subjek, kartu katalog, telah diupayakan dengan standarisasi dan kerja sama.
d. Pada abad ke-20, kecendrungan swalayan (self-service) dengan layanan terbuka (open stack) dan katalog publik (public catalogs)
Layanan Teknis
Hidup matinya suatu perpustakaan, tergantung seberapa ideal perpustakaan itu dapat dimanfaatkan oleh Pemustaka. Hal ini tentu saja berhubungan dengan koleksi apa saja yang dimiliki dan layanan seperti apa yang di butuhkan oleh pemustaka saat ini. Menurut Undang-undang perpustakaan No. 43 tahun 2007 Pemustaka adalah pengguna perpustakaan, yaitu perseorangan, kelompok orang, masyarakat atau lembaga yang memanfaatkan layanan perpustakaan. Seorang pustakawan harus jeli melihat perkembangan yang ada sehingga dapat mengantisipasi perkembangan kebutuhan pemustaka dari waktu ke waktu yang selalu berubah, hal ini tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi pustakawan untuk terus meningkatkan kualitas layanannya.
Perkembangan teknologi informasi, merubah proses layanan yang terjadi di perpustakaan, konteks pelayanan prima pun lebih kepada bagaimana pustakawan dapat memberikan informasi secara cepat dan tepat dengan menggunakan teknologi informasi.
Menurut Atep adya Brata (2003) Ada 3 hal penting yang patut kita simak dalam proses layanan, yaitu pertama, pihak penyedia layanan, sebagai suatu pihak yang dapat memberikan layanan tertentu kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan dan penyerahan barang (goods), atau jasa-jasa (services). Yang kedua yaitu, penerima layanan (service receiver), mereka ini disebut sebagai konsumen atau pelanggan atau dalam dunia perpustakaan lebih dikenal dengan sebutan pemustaka. Penerima layanan ini dapat dibedakan lagi menjadi dua kelompok yaitu Internal dan eksternal. Dan yang ketiga yaitu jenis layanan yang diberikan oleh penyedia layanan kepada pihak yang membutuhkan layanan antara lainberupa layanan yang berkaitan dengan pemberian jasa-jasa saja, layanan berupa distribusi dan penyediaan barang saja, atau layanan ganda yang berkaitan dengan keduanya.
Pustakawan sebagai pihak penyedia informasi, dituntut untuk memberikan layanan yang terbaik bagi pemustaka, layanan terbaik merupakan salah satu daya tarik mengapa orang selalu ingin dan betah di perpustakaan. layanan yang terbaik konteksnya akan berbeda tergantung siapa yang kita layani. Layanan teknis yang diberikan kepada orang yang lebih tua akan berbeda dengan layanan teknis yang kita berikan kepada anak-anak. Layanan teknis kepada orang yang lebih tua tentunya butuh keterampilan khusus karena bisa jadi adanya perbedaan persepsi yang diberikan dengan yang diterima.
Menurut Adya Brata, keberhasilan dalam memberikan layanan yang terbaik bagi masyarakat tidak terlepas dari konsep A6 yaitu: Ability ( Kemampuan), attitude (Sikap), Penampilan ( Apprearance), perhatian ( Attention), Tindakan (action), tanggung jawab ( accountability).
Ability (kemampuan), mutlak dimiliki oleh pustakawan. Hal ini untuk menunjang layanan teknis yang diberikan meliputi kemampuan dalam bidang kerjanya, berkomunikasi efektif dengan pemustaka, serta selalu meningkatkan motivasinya. Attitude (sikap), adalah prilaku atau sikap yang harus selalu di tonjolkan ketika menghadapi pemustaka. Pemustaka akan menjadi betah tergantung bagaimana kita bersikap dan bertingkah laku. Penampilan (Appreance). Hal ini menjadi sangat penting terutama perpustakaan dalam suatu instansi. Penampilan dalam pengertian perpustakaan, dimana pustakawan mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kredibilitasnya kepada orang lain. Perhatian (attention), kepedulian pustakawan terhadap kebutuhan pemustaka akan informasi, menjadi pendengar yang baik, dan selalu memperhatikan saran maupun kritikan yang diberikan untuk pengembangan kualitas dirinya. Tindakan (action), pustakawan memperlihatkan kegiatan nyata secara profesional di bidangnya. Tanggung jawab (accountability), merupakan suatu sikap profesional yang harus di miliki oleh seorang pustakawan, , selalu bekerja sesuai dengan standar yang ditetapkan dan mempunyai komitmen yang tinggi dimana pustakawan itu di tempatkan.
Layanan teknis dalam suatu perpustakaan instansi di masa yang akan datang, akan berubah seiring perkembangan teknologi. Di mana pemustaka nantinya tidak perlu lagi datang ke rak atau mencari judul buku melalui komputer, Cukup dengan duduk santai di kursi yang dipilih, kemudian disalah satu sudut kursi telah terpasang alat semacam katalog kecil, dimana pemustaka bisa memilih judul buku yang dibutuhkan. Bila buku yang di butuhkan tersedia, maka dengan sendirinya buku akan akan keluar melalui mesin yang telah tersedia, namun bila buku tidak tersedia maka katalog kecil akan memberikan judul lain yang konten nya serupa. Buku yang ingin di pinjam atau dibawa pulang, pemustaka mengetikkan sendiri nama dan no anggotanya. Jika pemustaka bukan anggota perpustakaan, maka secara otomatis mesin akan menolak dan buku yang di butuhkan pun tidak keluar dari mesin peminjaman. Demikian pula dalam pengembalian buku. Buku yang di baca diperpustakaan, pemustaka tidak perlu meletakkan diatas meja, cukup dengan memasukkan kembali buku tersebut ke dalam mesin pengembalian. Sementara buku yang dikembalikan karena di pinjam, pemustaka tidak perlu lagi ke perpustakaan, tapi cukup dengan memasukkan di dalam mesin pengembalian yang telah disediakan di depan pintu perpustakaan. Hal ini, berlaku pula bagi bagi anak-anak dan orang tua yang berumur diatas 40 tahun keatas, hanya saja ada perlakuan istimewa yang diberikan oleh pustakawan. Anak-anak di pandu untuk menggunakan teknologi informasi tujuannya agar anak-anak memperoleh pengetahuan tentang teknologi informasi yang saat ini bukan lagi sesuatu yang tabu untuk di pelajari sejak dini.
Sumber Daya Masyarakat Perpustakaan
Alasan lain mengapa suatu perpustakaan itu sering dikunjungi oleh pemustaka karena Sumber daya perpustakaan yang ada. Sumber daya perpustakaan menurut Undang-Undang No 43 tahun 2007 yaitu semua tenaga, sarana dan prasarana serta dana yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perpustakaan.
Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat ikut mempengaruhi dunia perpustakaan, kecendrungan perpustakaan digital tidak hanya di perpustakaan perguruan tinggi, tapi juga sudah merambah ke perpustakaan instansi-instansi vertikal maupun daerah. Tentunya hal ini berimbas tenaga perpustakaan yang dibutuhkan untuk dapat menjalankan tanggung jawabnya secara profesional.
Pergeseran paradigma perpustakaan, menjadi satu tantangan bagi pustakawan untuk lebih meningkatkan kompetensinya, menurut Aspey seperti yang dikutip oleh Ir. Nanan Khasanah(2008) kompetensi adalah seseorang yang menguasai pekerjaannya dan memiliki keterampilan serta pengetahuan dan secara konsisten menjalankan tanggung jawab tersebut dengan memenuhi standar yang ditetapkan.
Perkembangan teknologi informasi ikut mengubah kebutuhan akan informasi, Kebutuhan informasi tersebut tidak lagi hanya di dapat melalui buku atau majalah yang di baca . Namun, Saat ini ada banyak cara untuk menemukan informasi yang dibutuhkan. Salah satunya melalui Internet.
Masalah klasik yang sering timbul dalam membangun suatu perpustakaan adalah masalah dana. Sudah menjadi tanggung jawab sebuah institusi atau instansi untuk memikirkan sumber dana yang dapat diperoleh. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang perpustakaan No. 43 (2007), Bab IX tentang Sarana dan Prasana pasal 38 di nyatakan bahwa a. Setiap penyelenggara perpustakaan menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan standar nasional perpustakaan, b. Sarana dan prasarana yang di maksud pada ayat (1), dimanfaatkan dan dikembangkan sesuai dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Selanjutnya Bab X tentang pendanaan pasal 39 bahwa, a. Pendanaan perpustakaan menjadi tanggung jawab penyelenggara perpustakaan, b. Pemerintah daerah mengalokasikan anggaran perpustakaan dalam anggaran pendapatan negara (APBN) dan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Tentunya dapat di simpulkan bahwa penyediaan dana, sarana dan prasana perpustakaan yang berbasis teknologi informasi merupakan tanggung jawab penyelenggara perpustakaan. Bisa di bayangkan jumlah untuk membangun suatu perpustakaan yang benar-benar ideal dan dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat akan informasi.
Masalah ini tentunya bisa teratasi jika saja para penyelenggara memiliki strategi yang dapat diandalkan untuk membangun suatu perpustakaan. Untuk membangun suatu perpustakaan instansi yang ideal, tentunya membutuhkan strategi. Strategi ini dapat berupa menambahkan fasilitas foto kopi, fasilitas kafetaria yang menyediakan makanan dan minuman.
Teknologi Informasi
Perkembangan teknologi informasi di perpustakaan sangat menggembirakan, hal ini menjadi angin segar bagi para pustakawan yang bekerja di pengolahan. Pekerjaan Klasifikasi, katalogisasi, mengisi inventaris buku yang kadang membosankan, menjadi suatu pekerjaan yang mengasyikkan dengan adanya sistem komputerisasi.
Menurut budi sutedjo(2002:168)dan rahayuningsih, rochaety, yanti (2006:4) seperti yang dikutip mahmudin dalam sebuah makalah ict perpustakaan bahwa informasi merupakan pemrosesan data yang diperoleh dari setiap elemen sistem menjadi bentuk yang mudah di pahami dan merupakan pengetahuan yang relevan dan dibutuhkan, dimana informasi itu pernyataan yang menjelaskan suatu peristiwa sehingga manusia dapat membedakan antara yang satu dengan lainnya.
Namun definisi secara umum menurut fitrihana (2007) dikutip oleh mahmudin (2008) bahwa ict adalah sistem atau teknologi yang dapat mereduksi batasan ruang dan waktu untuk mengambil, memindahkan, menganalisis, menyajikan, menyimpan dan menyampaikan informasi data menjadi sebuah informasi. Jadi jelaslah bahwa dengan adanya teknologi informasi pustakawan tidak lagi bekerja secara manual.
Bisa dibayangkan berapa banyak waktu yang kita butuhkan hanya untuk menyelesaikan 1 buah judul buku dalam sebuah proses pengolahan dengan menggunakan proses manual kemudian buku bisa digunakan oleh masyarakat?
perubahan teknologi ini tidak serta merta di terima oleh sebagian kelompok pustakawan, Menurut Bichteler, 1987:282 seperti yang dikutip Ardoni (Koswara, 1998) terdapat dua kelompok dibagi berdasarkan sikapnya terhadap sistem automasi, kelompok pertama adalah pustakawan yang menerima sistem automasi secara antusias, memperlihatkan minat mereka dengan mempelajari sistem dan terlibat dalam program-program pelatihan. Kelompok kedua adalah pustakawan yang menolak sistem automasi, biasanya pustakawan yang lebih senior. Anggota kelompok ini tidak mempercayai "benda tak dikenal" tersebut dan berusaha menghindarinya. Mereka terbelenggu oleh perasaan khawatir dan lebih tertarik pada sistem konvensional. Mereka juga khawatir akan kehilangan pekerjaan karena digantikan oleh komputer.
Sebenarnya apa yang dipahami oleh kelompok yang tidak mau menerima perubahan adalah salah besar, karena justru dengan tidak mengikuti perubahan kerja yang lebih efisien justru mereka akan semakin tertinggal dan boleh jadi tidak relevan lagi diperpustakaan yang berbasiskan teknologi informasi.
Menurut mahmudin ada beberapa alasan mengapa teknologi informasi saat ini sangat dibutuhkan di perpustakaan.
1. Sistematika Informasi: Terjadinya ledakan informasi yang membanjiri dunia saat ini membutuhkan pengelolaan yang lebih sistematis. Hampir semua perguruan tinggi di Indonesia menggunakan ict dalam pengelolaan database perpustakaan.
2. Tingginya akses informasi: kebutuhan pengguna untuk mencari dan menemukan kembali informasi lebih mudah jika difasilitasi dengan sarana ICT . Katalog online memungkinkan pustakawan dan pengguna untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber. Sudah menjadi hal yang lumrah untuk menyusun pengajuan daftar pustaka baru dengan mengunjungi dan menggunakan data-data di toko buku amazon
3. Efisiensi pekerjaan: komputer di perpustakaan membantu pekerjaan menjadi lebih cepat. Pencatatan buku-buku baru serta pengolahan akan lebih mudah jika disimpan dalam file komputer. Pengkatalogan tidak hanya dengan sistem AACR (Anglo American Cataloguing Rules), begitupun penentuan subjek nya dengan DDC (Dewey Decimal Clasifications). Tetapi secara praktis penggunanaan katalog online memudahkan proses pengkatalogan.
4. Memudahkan tukar-menukar informasi dalam bentuk data.
5. Komunikasi dua arah atau searah, sudah hal yang lazim digunakan dengan tersedianya fasilitas yahoo messenger atau dengan fasilitas e-mail. Mailing list pustakawan adalah sebuah grup diskusi yang mempunyai kesukaan/kepentingan yang sama, setiap orang bisa berpartisipasi, kita dapat membaca email orang lain dan kemudian mengirimkan balasannya. Mailing list sebagai sarana yang ampuh untuk mendapatkan sumbangan buku, perbaikan fasilitas perpustakaan (lift, kamar mandi- WC dll)
6. Menjadi trend bila pustakawan saat ini menyimpan data pada pada web dari e-mail pribadi.
7. Keseragaman : salinan data atau informasi yang dibuat dapat diseragamkan sehingga memudahkan pengguna (user friendly). Konsep MARC (Machinery Readable Catalogue) yang populer tahun 90an masih digunakan dalam rangka penyeragamkan penentuan tag (ruas) data bibliografi pustaka.
Jelaslah bahwa mau tidak mau seorang pustakawan harus mengikuti trend perkembangan teknologi informasi yang ada di perpustakaan.
Teknologi Informasi perpustakaan yang akan datang di instansi perkantoran akan lebih banyak memanjakan para pemustaka, kondisi ini dikarenakan perpustakaan Instansi merupakan perpustakaan khusus yang pemustakanya adalah para kepala seksi, staf serta stake holder terkait yang nantinya bisa menjadi salah satu model bagi perpustakaan-perpustakaan instansi lainnya.
Diposting oleh goblin
Tools Needed:
1. Sony Ericsson Upgrade Service
2. A2Uploader
3. Save the following as Customize_upgrade.xml

Code:

1218-2095



Step 1:
1. Run A2Uploader and click "FileSystem Tool"
2. Hold down "2" on the phone and plug in the USB cable
3. Release the 2 button when you see some activity on the left side of the A2Uploader window
4. Browse to /tpa/preset/custom.
5. Drag and drop Customize_upgrade.xml inside the filesystem window.
6. Check the list to make sure it was uploaded
7. Click the "Shutdown FS Manager" button
8. Unplug the USB cable and turn the phone on
9. It should briefly say "Please wait". When it has finished starting up, turn the phone off.

Step 2:
1. Start SEUS
2. Click the picture of a flip phone then Continue
3. Click the picture of the TM506 then Continue
4. Hold down "2" on the phone and plug in the USB cable
5. SEUS will inform you that the "Latest software is already installed! TM506 AMERICA-BAND1-4 CDF1218-2095" (Make sure it says that, not TMO-US)
6. Click "Continue anyway"
7. SEUS will flash your phone to the Cincinnati Bell firmware
8. Unplug the USB cable when it's done, and enjoy!
Diposting oleh goblin